Ngomongin soal film horor jaman sekarang terutama yang telah beredar di
abad 21 ini pasti selalu mempertontonkan visual effect sampai audio
yang di bikin juantung berdebar dan menakutkan,selain di balut dengan
alur cerita yang bikin kita kaget kepayang waluapun kadang ada juga film
horor yang cuma menayangkan paha dada paha dada hahaha. Terus bagaimana
dengan film Horor di abad 20 dulu?apakah semenakut sekarang?. tenang
teman-teman jangan salah menilai dulu ternyata film Horor zaman dulu
juga tidak kalah menyeramkannya bahka audio dan effect visualnya tidak
kalah canggih dan bahkan ada beberapa film yang sampai sekarang masuk
nominasi film horor terbaik sepanjang masa, berikut wisata mistis akan
mengulas 10 Film Horor Menegangkan, Terseram dan Termistis Abad 20 versi
Komunitas Wisata Mistis.
Bercerita tentang Miss Giddens yang
dipekerjakan untuk mengasuh dua orang anak orang kaya di suatu rumah besar di
pedalaman Inggris.
Awalnya semua berjalan normal sampai
akhirnya Miss Giddens mulai merasakan ada keanehan di rumah tersebut, mulai
dari suara-suara aneh sampai sosok hantu yang muncul tiba-tiba.Sampai akhirnya
ia mengetahui bahwa orang yang ia gantikan ternyata meninggal karena bunuh
diri.
Sebuah film horror klasik dimana ketegangan dibentuk hanya
oleh teknik kamera yang dipadukan dengan iringan musik yang menakutkan, apalagi
ditambah lagu senandung yang kalau diulang-ulang nyerimin juga.
Sebuah cerita yang menarik karena penonton
TIDAK di gurui atau dijejali teori-teori yang harus penonton telan
mentah-mentah, disini cerita mengalir dan berhenti ditempat yang tepat sehingga
segala kemungkinan dan persepsi dikembalikan kepada para penonton.
Sepuluh film telah terinspirasi dari buku ‘The Amityville Horror’pada
1977 yang dikabarkan berisi rincian pengalaman George dan Kathy Lutz,
pasangan muda yang meninggalkan rumah di 112 Ocean Avenue di Amityville,
New York, setelah 28 hari mereka mengalami insiden yang mereka sebut
sebagai insiden paranormal.
Margot Kidder dan James Brolin memerankan keluarga Lutz di film aslinya
pada 1979 yang menampilkan mereka yang diteror oleh insiden yang tidak
bisa dijelaskan, termasuk cairan hitam ada di sekeliling rumah dan
George yang terus terbangun pada pukul 3:15 pagi. Hingga akhirnya
keluarga Lutz menemukan bahwa rumah mereka dibangun di atas tanah
pemakaman Indian.
The Omen, Film bergenre horor ini
memang film yang tergolong tidak baru lagi. Bahkan, banyak pemain dalam film
ini yang sudah meninggal. Film horor yang banyak menampilkan adegan menegangkan
ini dirilis tahun 1976. Menceritakan seorang istri duta besar (Lee Remick),
yang melahirkan anak, namun sudah meninggal ketika dilahirkan, kemudian sang
suami (Gregory Peck), menukar anaknya yang telah meninggal dengan seorang anak
laki-laki yang ternyata iblis. Asal usul sang anak
bahkan tak diketahui. Banyak kejadian aneh yang selalu menimpa keluarga sang
duta besar, mulai dari datangnya anjing iblis misterius, meninggalnya
seorang pengasuh, meninggalnya pendeta tertimpa penangkal petir, datangnya
pengasuh yang ternyata utusan iblis untuk membantu anak iblis tersebut, dan
masih banyak lagi, bahkan anak tersebut (Harvey Stephens), akan membunuh
keluarganya dan mengambil seluruh kekayaannya. Ketika sang ayah mengetahuinya,
ia berencana untuk membunuh anak tersebut dan membawanya ke gereja untuk
mempersembahkan darah anak iblis tersebut.
Cole seperti halnya anak-anak kecil lainnya, tentu saja
ketakutan mengalami fenomena tersebut. Namun ia juga tertekan dan tidak berani
menceritakan kemampuannya melihat hantu kepada orang lain termasuk ibunya, Lynn
Sear (Toni Colette). Sampai pada akhirnya ia bertemu dengan seorang ahli
psikologi anak, Dr. Malcolm Crowe (Bruce Willis). Psikolog anak terkenal
tersebut bersedia membantu Cole, walau ia sebelumnya mengalami kejadian dimana
mantan pasiennya membunuh diri di hadapannya. Sebab Crowe melihat kasus Cole
ada kemiripan dengan kasus mantan pasiennya yang bunuh diri itu.
Karena ia tidak ingin mengulangi kegagalannya yang dulu
itu, sehingga Crowe dengan sabar berusaha mendekati Cole agar membuka dirinya
kepada sang psikolog. Walau sempat terkejut dan tidak mempercayai pengakuan
Cole yang bisa melihat para hantu, Crowe berhati-hati agar tidak salah langkah
dalam memberi terapi kepada sang pasien ciliknya. Sayangnya dalam proses
penyembuhan Cole, Crowe malah tertekan pula karena istrinya, Anna Crowe (Olivia
Williams) tampak makin jauh dari dirinya dan tidak mempedulikan suaminya.
Ringu menceritakan tentang sebuah
video-tape yang berisi kutukan hantu Sadako. Siapa saja yang telah menontonnya,
akan mendapat telefon yang menyatakan bahwa dia akan mati dalam waktu tujuh
hari. Reiko, seorang wartawati single parent, menemukan bahwa kematian
kemenakannya disebabkan oleh video kutukan yang ditonton oleh kemenakannya dan
beberapa temannya yang lain –yang juga tewas di waktu yang sama dan dengan
kondisi yang sama-sama mengerikan—di sebuah penginapan di Izu. Didorong oleh
rasa penasaran, Reiko datang ke Izu dan menonton video tersebut. Reiko
menyadari bahwa bahaya mengincarnya setelah dia mendapat telefon misterius yang
menyatakan dia akan mati tujuh hari kemudian. Dengan bantuan mantan suaminya,
Ryuji Takayama, Reiko menyelidiki tentang video tersebut. Keinginannya untuk
mematahkan kutukan tersebut semakin kuat setelah putranya, Yoichi, tanpa
sepengetahuannya diam-diam menonton video kutukan tersebut. Dari penyelidikan
diketahui, bahwa video tersebut membawa kutukan Sadako, seorang gadis yang
memiliki kekuatan supranatural yang berasal dari pulau Izu Oshima. Sadako
dibunuh oleh ayahnya. Dia dikubur hidup-hidup di dalam sumur, yang ternyata terletak
di dalam salah satu kabin di Izu. Reiko dan Ryuji berusaha untuk mengambil
mayat Sadako dan menguburkannya dengan layak sebelum waktu kematian Reiko tiba.
Diharapkan, mereka bisa mematahkan kutukan Sadako setelah memindahkan mayatnya
dari dalam sumur. Reiko lolos dari kematian, membuat Reiko dan Ryuji merasa
aman. Namun ternyata, hantu Sadako tetap datang kepada Ryuji dan membunuhnya.
Kematian Ryuji yang tiba-tiba menyadarkan Reiko, bahwa kutukan Sadako yang
sebenarnya tidak dapat dipatahkan. Reiko selamat karena dia men-copy video
tersebut dan memberikannya pada Ryuji. Men-copy dan menyebarkannya pada orang
lain merupakan satu-satunya cara untuk selamat dari kutukan Sadako.
Malam Satu Suro adalah film horor Indonesia tahun 1988 yang
disutradarai oleh Sisworo Gautama Putra dan dibintangi olehSuzanna dan Fendy
Pradana. Film ini dikenal dengan alur ceritanya yang unik karena tidak
mengetengahkan sang hantu sundel bolong sebagai tokoh antagonis seperti umumnya
di perfilman nusantara kala itu, namun sebagai tokoh utama / protagonis. Film
ini didistribusikan oleh Soraya Intercine Films.
Di awal film, di tengah sebuah hutan, arwah seorang wanita
yang gentayangan berwujud sundel bolong dibangkitkan dari kuburannya oleh Ki
Rengga, seorang dukun Jawa sakti untuk dijadikan anak angkatnya. Dukun Jawa itu
berkata: “Suketi, manuta nduk, kowé arep takdadikké anak angkatku.” (“Suketi,
menurutlah nak, engkau akan kujadikan anak angkatku”). Dia kemudian menancapkan
paku keramat ke kepala Suketi (Suzanna), arwah penasaran tersebut, merapal
mantera kuna berbahasa Jawa dan sundel bolong itu pun menjadi manusia kembali.
Suatu hari dua orang pemuda dari Jakarta sedang berburu
kelinci di hutan tersebut. Bardo Ardiyanto (Fendi Pradana), sang pemburu
tersebut, bersama temannya Hari, nyaris membunuh buruannya, namun dihalangi
oleh seorang wanita cantik, dia pun penasaran akan wanita tersebut dan akhirnya
bertemu dengan Suketi. Bardo dan Suketi langsung saling jatuh cinta dan Bardo
berniat melamar Suketi. Awalnya lamarannya ditolak oleh Ki Rengga, ayah angkat
Suketi, namun akhirnya disetujui setelah permohonan Bardo yang tulus dan
dorongan Suketi ke orang tua angkatnya. Bardo mengikuti syarat Ki Rengga, bahwa
pernikahan harus diadakan pada “Malam satu Suro” (Tanggal 1 Sura, tahun baru
dalam penanggalan Jawa) di tengah Alas Roban (“Hutan Roban”) tanpa dihadiri
siapa pun kecuali sang dukun Jawa dan pasangan pengantin tersebut dalam sebuah
adegan ritual mistik Jawa kuno yang diiringi tari-tarian peri.
Beberapa tahun kemudian Suketi dan Bardo hidup berkeluarga
dengan bahagia di Jakarta dengan kedua anak mereka, Rio dan Preti. Keluarga
mereka juga menjadi kaya raya karena konon bila menikahi Sundel bolong maka seseorang
akan menjadi kaya raya. Suatu hari Joni, seorang pengusaha licik menawarkan
perjanjian bisnis di kantor Bardo, namun ditolak karena taktiknya yang kotor.
Joni menyimpan dendam dan berniat menjatuhkan Bardo. Joni datang ke Mak Talo,
seorang dukun lain, dan mengetahui bahwa istri bardo dulunya adalah Sundel
Bolong. Mak Talo dan Joni mendatangi rumah Bardo dan mencabut paku yang
menancap di kepala Suketi, sehingga Suketi berubah menjadi Sundel Bolong
kembali. Malamnya Bardo yang kebingungan menemui mertuanya di Alas Roban dan
mengetahui latar belakang Suketi yang sesungguhnya. Suketi dulunya adalah
seorang wanita muda yang mati bunuh diri setelah diperkosa dan hamil, arwahnya
tidak beristirahat dengan tenang dan menjelma menjadi hantu Sundel Bolong yang penuh
dendam. Setelah membalas dendam, dia kemudian dibangkitkan kembali oleh Ki
Rengga untuk menjadi anak angkatnya.
Banyak orang tidak sudi jika rumahnya ternyata berhantu.
Tetapi jika hantu itu hanya sekadar menampakkan diri saja, itu masih mending
dibandingkan jika hantu itu ternyata adalah poltergeist. Hantu
jenis poltergeist itu suka mengganggu bahkan tidak jarang menyerang orang atau
hewan dengan kekerasan. Seperti yang diceritakan dalam film horor populer
"Poltergeist" (1982).
Nah, yang akan disaksikan Anda kali ini adalah film
sekuelnya yaitu "Poltergeist III" hasil besutan sutradara Gary
Sherman pada tahun 1988. Jika dua film "Poltergeist" terdahulu
berseting pada daerah perumahan pinggiran kota, kali ini film tersebut berseting
di sebuah wilayah kota Chicago yang penuh gedung pencakar langit seperti
bangunan apartemen dan kantor.
Kisahnya dimulai ketika Carol Anne Freeling (Heather
O'Rourke) yang merupakan tokoh utama dalam dua film "Poltergeist"
sebelumnya, dikirim untuk tinggal bersama bibinya, Trish Gardner (Nancy Allen),
pamannya, Bruce (Tom Skerritt) dan sepupunya yang remaja, Donna (Lara Flynn
Boyle). Carol Anne dikirim orangtuanya pada bibi dan pamannya agar bisa bebas
dari cengkeraman hantu poltergeist Reverend Kane (Nathan Davis).
Sayangnya usaha itu sia-sia karena hantu Kane yang jahat
itu ternyata berhasil menemukan Carol Anne di Chicago. Celakanya terapisnya,
Dr. Seaton (Richard Fire) tidak mempercayai protes Carol Anne bahwa hantu Kane
itu menerornya. Hantu jahat itu suka tampil di cermin itu, berusaha menangkap
gadis kecil tersebut sekali lagi. Walau sangat ketakutan, Carol Anne tahu bahwa
tidak satupun orang termasuk bibi dan pamannya akan percaya soal hantu itu
sehingga ia tetap tutup mulut. Carol Anne tidak tahu harus berbuat apa lagi
untuk menghindari hantu Kane.
film yang diangkat dari novel terbitan tahun 1967 ini. Dan
ternyata Roman Polanski yang membidani film yang sekarang dianggap sebagai
salah satu film horror terbaik sepanjang masa ini.
Diceritakan sepasang suami istri muda, Guy (John
Cassavetes) dan Rosemary (Mia Farrow) baru saja pindah ke apartemen baru
mereka. Kehidupan mereka terasa amat mesra di tempat tinggal baru tersebut.
Walaupun masih ada bebrapa hal yang mereka rasa kurang. Guy yang seorang aktor
sedang tidak mendapat job dan gagal dalam beberapa casting. Tapi yang paling
dirasa kurang adalah mereka belum mempunyai anak. Suatu hari wanita yang
merupakan tetangga di apartemen mereka ditemukan tewas jatuh dari lantai atas
dan diduga bunuh diri. Wanita muda bernama Terry itu tinggal bersama 2 pasangan
suami istri tua yang juga tidak mempunyai anak, Minnie Castevet (Ruth Gordon)
dan Roman Castevet (Sidney Blackmer). Keduanya merasa berterimakasih atas
simpati yang diberikan Rosemary setelah Terry tewas dan mulai mengundang
Rosemary dan Guy makan malam. Awalnya pasangan tersebut merasa risih dengan
keramahan Roman dan Minnie yang terasa agak berlebihan. Tapi lama-lama mereka
makin akrab khususnya Guy.
Suatu malam Rosemary bermimpi diperkosa oleh sesosok
makhluk aneh. Setelah mimpi itu ternyata kehidupan pasangan suami istri itu
justru berubah. Guy berhasil mendapat peran yang dia incar setelah pesaingnya
mendadak buta. Dan yang paling membahagiakan adalah Rosemary akhrinya
hamil.Tetapi kebahagiaan Rosemary perlahan mulai berubah menjadi rasa takut dan
curiga. Perhatian berlebihan yang diberikan Minnie dan Roman terhadap
kandungannya, sikap sang suami yang juga berubah, sampai sebuah petunjuk yang
didapatnya dari sebuah buku yang diberikan almarhum kawannya sebelum meninggal
yang seakan menunjukkan kalau Roman dan Minnie adalah penyihir. Rosemary mulai
beranggapan kalau Roman dan Minnie berusaha untuk mengambil bayi dalam
kandungannya. Rosemary bahkan beranggapan kalau sang suami juga terlibat.
Benarkah itu? Atau hanya dugaan Rosemary belaka?
Roman Polanski berhasil menghadirkan sebuah horror misteri
yang berhasil membawa penonton ikut merasakan ketegangan, kekhawatiran, dan
kebingungan seperti yang dirasakan Rosemary. Diparuh awal film kita akan
diaajak mengikuti kehidupan Ro dan Guy yang begitu harmonis. Saya sendiri ikut
merasakan kebahagiaan dan keharmonisan mereka. Lalu secara perlahan Polanski
mulai mengikutsertakan pasangan suami istri Castevets masuk kedalam kehidupan
mereka dimana awalnya kita akan dibuat sebal sekaligus lucu akan tingkah laku
keduanya khususnya Minnie, tapi lama kelamaan seiring dengan Rosemary yang
curiga, kita juga akan merasakan curiga. Ketegangan yang dibangun secara
perlahan ini terbukti sukses membawa penonton ikut masuk kedalam cerita. Sampai
sekitar 30 menit terakhir kita akan dibawa kedalam puncak ketegangan yang
sebenarnya sederhana tapi ditampilkan dengan maksimal dimana kita akan dibuat
mengkhawatirkan nasib Rosemary dan bayinya sekaligus berpikir apakah Guy dan
suami istri Castevets memang penyihir pemuja setan atau hanya sekadar prasangka
Rosemary.
Hebatnya lagi, Polanski tidak hanya meyuguhkan ketegangan
tetapi juga menawarkan beberapa momen lucu, bahkan hingga film ini mendekati
akhir. Momen lucu tersebut tidak ditampilkan gamblang dan mendominasi adegan
tetapi cukup memancing senyum bahkan tawa ditengah ketegangan. Scene stealer
film ini sekaligus yang cukup sering menyumbang momen lucu sekaligus
menyebalkan tentunya Ruth Gordon. Sebagai Minnie Castevets yang over
protective, lebay, banyak omong, tapi juga msiterius dia sangat berhasil. Dan
berkat perfotmanya dia diganjar "Best Supporing Actress" di Oscar.
Mia Farrow sebagai Rosemary dengan potongan rambutnya yang unik dan ikonik juga
berhasil mendapat nominasi untuk "Best Actress-Drama" di Golden
Globe. Sempat tersiar kabar film ini akan di-remake oleh Platinum Dunes milik
Michael Bay yang sudah banyak me-remake sekaligus merusak film horror klasik.
Untungnya rencana ini batal.
2. The Shining (1980)
Jack Torrance (Jack Nicholson) baru saja
mendapatkan pekerjaan baru sebagai penjaga / cartaker Overlook Hotel, sebuah
hotel mewah yang terletak di resort pegunungan Rocky Mountain , Colorado selama
musim dingin berlangsung. Jack yang begitu bersemangat dengan pekerjaan barunya
ini sampai-sampai tidak lagi terlalu ambil pusing dengan peristiwa mengerikan
yang pernah terjadi di hotel itu 5 tahun lalu atau nantinya ia beserta
istrinya, Wendy (Shelley Duvall) dan putranya, Danny (Danny Lloyd) akan tinggal
sendiri 5 bulan lamanya di hotel tua yang konon dibagun diatas pekurburan
Indian tersebut.
Setelah satu bulan tinggal di Overlook
Hotel yang terisolasi oleh salju tebal, kejadian-kejadian aneh pun mulai
bermunculan. Danny yang ternyata memiliki kemampuan paranormal yang disebut
“The Shining” mulai melihat penampakan-penampakan mengerikan yang membuatnya
ketakutan setengah mati. Jack pun tidak ketinggalan, diganggu oleh kekuatan
supranatural jahat yang perlahan-lahan mulai merasuki jiwa dan menghilangkan
akal sehatnya. Kejadian buruk yang terjadi 5 tahun sebelumnya tampaknya akan
terulang sekali lagi di Overlook Hotel yang angker itu.
Stanley Kubrick dan Stephen King, dua nama
tersebut sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk dijadikan alasan utama mengapa
The Shining menjadi sugguhan psychological horror klasik yang wajib tonton. The
Shining sendiri merupakan adapatasi dari novel berjudul sama karya sang master
misteri, Stephen King yang berhasil diterjemahkan dengan sempurna oleh Kubrick
dalam media film sepanjang 146 menit. Seperti sudah menjadi rahasia umum
Kubrick tidak pernah setengah-setengah dalam menggarap film-filmnya, itulah
yang membuat sutradara legendaris satu ini disegani, bahkan oleh sesama sineas
dunia lainnya, dan metode tersebut juga diterapkan dalam filmnya satu ini.
Syuting yang melelahkan dengan naskah yang
sering berganti secara mendadak setiap harinya tidak jarang membuat para
pemain-pemainnya stress pun terbayar lunas setelah kita melihat hasilnya.
Sebuah suguhan horror atmosphric yang kental dengan aroma kengerian dan
ketegangan luar biasa benar-benar mampu menjadi sajian utama The Shining. Musik
score klasik mengerikan dari Wendy Carlos & Rachel Elkind yang sejak awal
film sudah setia menemani, berpadu dengan angkernya setting Overlook Hotel dengan
koridor-koridor panjangnya yang suram semakin membuat bulu kuduk penontonnya
berdiri. Belum lagi penggunaan Steady Cam yang mampu membuat kamera bergerak
dinamis mengikuti setiap pergerakan karakaternya menjadikan The Shining salah
satu yang terbaik di genrenya. Tidak seperti karya Kubrick yang sudah-sudah
dimana penuturan cerita dibuat sangat lambat, dalam The Shining Kubrick
menaikan tempo menjadi sedikit lebih cepat namun tetap tidak kehilangan ciri
khasnya, tujuannya jelas agar dapat dinikmati semua kalangan. Dan sebuah twist
manis pun sukses menutup The Shining dengan meninggalkan sejuta pertanyaan
kepada penontonnya tentang apa yang terjadi sebenarnya pada karakter Jack
Torrance.
Kehadiran Jack Nicholson sebagai Jack
Torrance jelas membuat film ini menjadi semakin kuat dan selalu akan diingat
penontonnya. Nicholson tampil garang dan mengerikan sepanjang film, walaupun
harus diakui tidak jarang timbul kesan lucu disaat melihat ekspresi ‘gila’
aktor yang saat ini berusia 73 tahun. Shelley Duvall sebagai yang disebut-sebut
sebagai aktris yang tersiksa sepanjang proses syuting juga berhasil tampil
maksimal. Dibawah tekanan yang luar biasa dari seorang Kubrick yang menuntutnya
berakting sesempurna mungkin ternyata mampu membuat Duvall tampil meyakinkan,
apalagi didukung dengan wajahnya yang unik.
Overall, Tidak heran jika banyak penonton
yang memasukan The Shining dalam list film horror klasik favorit mereka, karena
horror psikologis kolaborasi Kubrick-King ini memang yang terbaik di genrenya,
bahkan sampai sekarang The Shining adalah salah satu ‘obat’ manjur yang dapat
membuat penontonnya bermimpi buruk setelah menontonnya.
Inilah film yang sering memuncaki list film
paling menakutkan sepanjang masa. Berdasarkan novel berjudul sama karya William
Peter Blatty, The Exorcist menjadi film horror pertama yang masuk
nominasi Best Picture Oscar 1973 dan memenangkan 2 dari 10
nominasi. Film ini menuai banyak kontroversi ketika dirilis, dari kecaman
organisasi agama hingga penonton yang muntah dan pingsan saat menonton di
bioskop. Video resmi film ini juga sempat dilarang di Inggris selama 26 tahun.
Chris MacNeil (Ellen Burstyn) adalah aktris film dan ibu tunggal
untuk putrinya Regan (Linda Blair) yang baru berusia 12 tahun. Suatu malam Regan
mengeluh tempat tidurnya bergetar. Hari berikutnya, Regan menunjukkan perubahan
psikologis yang mengganggu seperti mengumpat dengan makian kotor dan kejang di
ranjangnya. Chris pun membawa Regan ke dokter, dari ahli saraf hingga psikiater
gagal mendiagnosa kondisinya. Keadaan Regan semakin memburuk, ia mulai
menyerang dirinya sendiri maupun orang lain secara fisik. Melakukan hal yang
tak pernah terbayangkan dengan sebuah salib kecil, bahkan dapat membalikkan
kepalanya 360 derajat.
Chris yang seorang atheis mulai yakin putrinya
kerasukan, Ia pun mendatangi Romo Damien Karras (Jason Miller)– pastur
sekaligus psikiater yang juga tengah krisis iman pasca kematian ibunya- untuk
melakukan eksorsisme, sebuah ritual kuno pengusiran setan dibawah Gereja Katholik.
Walau awalnya ragu, setelah beberapa pertemuan dengan Regan, Romo Karras pun
meminta izin Gereja untuk melakukan eksorsisme. Yang kemudian mengutus Romo
Lankester Merrin (Max Von Sydow), pastur senior yang telah berpengalaman dalam
eksorsisme untuk membantunya.
Menonton The Exorcist di abad 21, kebanyakan orang tidak
akan sangat ketakutan. Namun film ini tetap yang terbaik dalam menciptakan
ketegangan lengkap lewat cerita, visual, teknis hingga akting pemainnya.
Sementara efek khusus hampir tidak standar yang dipakai hari ini, tapi tetap
tampak realistis dan mencekam. Begitu pula make-upyang luar
biasa, selain transformasi wajah Regan yang kerasukan, lihat juga make-upMax
Von Sydow yang waktu itu berusia 42 tahun tampak benar-benar berusia 70-an
tahun. Film ini juga memiliki music score “Tubular Bells” karya
Mike Oldfield yang amat efektif membangun nuansa horror, tapi uniknya score tersebut
sangat jarang muncul dan hanya muncul sesekali saja. Intinya, The Exorcist
tidak perlu banyak musik menyebalkan untuk membentuk ketegangan seperti film
horror modern sekarang ini.
Dari barisan akting, Ellen Burstyn sukses menunjukkan transformasi
karakternya dari selebriti ceria menjadi ibu rentan– putus asa dengan keadaan
putrinya. Lalu ada Max Von Sydow dan Jason Miller, keduanya merupakan aktor
besar ketika datang ke ekspresi wajah dan akting fisik. Kinerja Miller
khususnya penuh dengan nuansa. Namun Linda Blair- lah pusat kekuatan film ini,
ia cemerlang ekspresif dan menyenangkan sebagai Regan sebelum kerasukan, kemudian
langsung mengganggu saat karakternya kerasukan. Karena wajahnya secara bertahap
berubah begitu juga aktingnya. Blair jelas sangat berdedikasi untuk
pekerjaannya walau baru berusia 14 tahun.
Apresiasi lain harus ditujukan kepada Mercedes McCambridge,
aktris veteran pengisi suara Regan saat kerasukan. Ia rela merokok terus
menerus, mengunyah campuran apel dan telur mentah hingga muntah-muntah
untuk menciptakan efek suara iblis, sampai terdengar nyata menghantui penonton.
Bila mendengar suara iblis, maka sulit mengatakan apakah itu pria atau wanita,
karena sangat tidak manusiawi dan tampak tidak alami. McCambridge jelas telah
melakukan pekerjaan brilian dengan suaranya.
The Exorcist mungkin tidak lagi menakutkan seperti dulu, tapi
masih tetap menghibur sebagai sebuah film horror kuat yang memberikan ketakutan
tak terlupakan. Film ini mampu membuat penonton merasa apa yang karakter
rasakan, takut apa yang mereka takuti dan dibuat dengan baik pada berbagai
tingkatan yang mempertemukan kisah mistis dengan agama, gagasan ilmiah,
filosofis dan spiritual. Penggemar horor masih memilih ini sebagai film horor
terbaik yang pernah dibuat, dan sangat mudah untuk melihat mengapa. Empat
dekade setelah rilis, The Exorcist masih berdiri di antara pengekor yang tak
terhitung jumlahnya.
gimana, penasaran ayo silakan di coba ditonton dan nilai sendiri
bagiaman menurut kalian tentang film yang telah kami ulah diatas? apakah
seseram yang kami ceritakan ?
Source: wisatamistis.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar